“Devils Stay“adalah film thriller horor eksorsisme baru dari Korea Selatan karya perdana sutradara Moon-Sub Hyun. Uniknya, jauh sebelum ritual eksorsisme terakhir dilakukan, korban sudah terlebih dahulu dinyatakan meninggal dunia, seorang gadis muda bernama Cha So-mi (Lee Re). Malahan, film ini dimulai dengan pemakaman So-mi. Penyebab kematiannya adalah transplantasi jantung yang tampaknya gagal. Lalu, upacara tiga hari pemakaman pun menjadi latar ceritanya. Menggunakan pemakaman tradisional Korea sebagai latar belakang bukanlah hal yang konvensional namun juga bermanfaat bagi keseluruhan suasana. Pada waktu ini ada begitu banyak urgensi yang muncul, dibandingkan dengan film-film di mana entitas jahat bertindak lambat.
Selain memberikan suasana yang alami sekaligus menakutkan, pemakaman tersebut juga menjadi masalah bagi tokoh protagonis film ini, ayah So-mi (Park Shin-yang). Berbeda dengan respons khas peserta pemakaman lainnya, ahli bedah jantung Seung-do menyalurkan kesedihannya untuk memperbaiki kesalahan; dia tidak akan merelakan putrinya pergi setelah gagal menyelamatkannya lewat transplantasi jantung. Di sinilah sutradara menunjukkan hal yang paling menjanjikan saat ia dengan meyakinkan memadukan bagian asli cerita — seperti kesedihan — dengan hal-hal yang fantastik.
Elemen lain yang kurang diharapkan di sini adalah kisah latar belakang setan. Tanpa membocorkan segalanya, “Devils Stay” mengintip subplot yang bisa dibilang lebih menarik tentang asal mula iblis yang merasuki So-mi. Bagian ini memang singkat, namun implikasinya sangat menarik. Sayangnya, sutradara tidak menggali lebih dalam tentang hal ini.
Kreativitas film ini mulai berkurang setelah pastor pengusir setan muncul lagi untuk membantu Seung-do serta menebus dirinya sendiri. Lee Min-ki dengan tampan mengenakan jabatan klerikal di sini, tetapi karakternya, Romo Ban, dikonsep dan dieksekusi dengan baik. Adegan perkelahian di bar juga tidak mengurangi perasaan klisenya. Babak ke-dua dan terakhir memang terbebani oleh kehadiran pendeta rutin dan eksorsisme, meskipun sinematografi Lee Chang-Jae yang mencolok membuat ritual tersebut sedikit lebih bisa ditoleransi.
Devils Stay juga tidak mampu meninggalkan kesan mendalam pada penonton. Tidak ada apa pun di sini yang benar-benar melekat di benak setelah menonton. Alur cerita yang dan visual yang menarik, semuanya membantu sampai taraf tertentu, tetapi tidak dapat berbuat banyak untuk mengatasi hambatan kreatif yang jadi masalah utama dalam film ini.