Segala sesuatu tentang “Longlegs” dari Osgood Perkins dirancang untuk membuatmu bertanya-tanya, resah lalu memikirkannya sampai berjam-jam atau bahkan berhari-hari kemudian. Ini adalah film yang sengaja dibuat berlebihan, mulai dari desain suara yang menggelegar hingga penampilan para karakter yang halus, lebih mendekati mimpi buruk sinematik daripada apa pun yang mendekati realisme. Oleh karena itu, meskipun ada pengaruh narasi yang jelas, perbandingan dengan “The Silence of the Lambs” karya Jonathan Demme terasa agak aneh. Tentu saja, ada seorang agen FBI wanita dan seorang pembunuh berantai, tetapi tokohnya di sini mencari sesuatu yang berbeda.
Serangkaian peristiwa mengerikan dimulai ketika kita bertemu dengan agen FBI pemula Lee Harker (Maika Monroe), yang ditugaskan menangani kasus dingin Longlegs, seorang pembunuh berantai yang tampaknya mampu membuat keluarga membantai diri mereka sendiri bahkan tanpa memasuki rumah mereka. Satu-satunya petunjuk di setiap pembantaian adalah sebuah surat yang ditulis dalam alfabet okultisme, bertanda tangan “Longlegs”.
Lee menangani kasus ini hanya karena bosnya (diperankan oleh Blair Underwood) putus asa, dan akhirnya meminta bantuan pada sosok yang dianggapnya “setengah psikis” (tentu saja, betapa bergunanya). Dan yang mengejutkan, Lee sepertinya bisa membaca pesan yang ditinggalkan si pembunuh dengan begitu mudah.
Satu aktor yang pasti memberikan segala hal aneh adalah Nicolas Cage (dan dia memiliki trik akting yang lebih aneh daripada kebanyakan orang), sebagai karakter utama, seorang pembunuh berantai pemuja Setan yang tampaknya terinspirasi oleh pembunuh berantai Ted Bundy dan penyanyi Tiny Tim.
Alicia Witt berperan sebagai Ruth, ibu Lee yang sangat religius, yang selalu bertanya kepada putrinya apakah dia telah mendoakan doanya. Ada perasaan bahwa Lee akan membutuhkan doa-doa itu.
“Longlegs” tidak secara gamblang menunjukkan adegan menakutkan. Selama kredit pembukaan, ada kilasan hal-hal tak terduga, foto TKP dan hal-hal mengerikan lainnya. Setiap kali Lee sibuk dengan pekerjaannya, semua peta yang belum dibuka, dan polaroid yang tersebar, sutradara Perkins dengan hati-hati membingkainya sehingga kita ikut terlarut dalam peneyelidikannya. Perkins dapat menuangkan hal-hal yang buruk dan mengganggu pikiran secara cerdas ke dalam film yang tak terlupakan.












